Ketupat in Heidelberg
“Ketika Cinta Indah Terjaga, Ketika itulah Kebarokahan Cinta”
Hannan Tsabita
Pondok Pesantren Asmaul Husna
Dua
bulan sudah Balqis melakukan riset tuk selanjutnya menyusun skripsi. Diantara
orang-orang yang tengah asik menikmati liburan mahasiswa, Balqis berpacu dengan
skripsi dan bimbingan dosen. Liburan juga dimanfaatkan Balqis tuk kajian-kajian
rutin di Bulan Ramadhan, kajian privat pun ditekuninya tuk mengejar impian
menjadi ustadzah.
Awal
tahun 2017 akhirnya tiba, bersyukur Balqis bisa maju ujian pendadaran dan
dinyatakan lulus. Sungguh kado terindah diawal tahun bersama selendang cumlaude
di sasana wiyata mandala tepat 19 Februari.
Balqis
menghabiskan malam wisudanya dengan berkumpul bersama Abi dan Umminya di
kampung halaman. Makan malam bersama dan tiba-tiba Ummi memecah obrolan.
“Nak,
sekarang kamu sudah lulus. Rencana kamu selanjutnya apa?”
Balqis
diam sejenak sambil memikirkan kalimat yang baik untuk kedua orangtuanya.
“Mohon
ridhonya Ummi. Balqis insyaAllah ingin melanjutkan S2. Tapi sebelumnya
berencana tes menjadi ustadzah dulu selama dua bulan, rencananya berangkat
minggu depan. Dan, ummm....” jawab Balqis lalu dengan malu-malu melanjutkan
perkataannya.
“Dan
Balqis juga minta ridho Abi Ummi, Balqis ingin segera terjaga, Ummi.” Lanjut
Balqis sembari tersenyum malu.
“Untuk
S2 dan menjadi ustadzah, Ummi sangat senang kamu punya impian-impian dunia
akhirat. Keduanya baik dan Abi Ummi setuju. Tapi kalau bisa kamu juga berusaha
bisa mandiri dengan cari beasiswa ya, Nak. Kamu tau sendiri kan, kalau masih
ada tanggungan adik-adikmu.”
Balqis
diam mengangguk sembari tersenyum.
“Soal
menikah, yaa insyaAllah Abi dan Ummi sudah ridho. Memang Balqis sudah punya
calon?”
“he
he belum Ummi, baru kepinginan saja.”
“Yah
yang penting sudah ada niat. Ngomong-ngomong soal calon, minggu kemarin Ummi
ketemu dengan Ms Raihan. Masih ingat kan?”
“Mas
Raihan Athif Ramdhani, maksud Ummi? Yang dulu dekat sama adik?”
“Iya,
sekarang juga masih dekat. Kemarin waktu jemput adikmu buat kajian, dia
bercanda sih pengin kalau misal jadi menantu Ummi.”
Balqis
berpikir sejenak, ingin jujur tentang istikhorohnya tapi belum siap. Khawatir
jika Umminya ternyata menginginkan Raihan.
“Menurut
Ummi, Mas Raihan gimana?”
“Ummi
sih setuju-setuju aja kalau kamu sama Mas Raihan. Dia anaknya sholeh, santun,
ustadz lulusan pondok pesantren internasional di Jombang. Kalau urusan
keduniaan, tentu bicara bahasa inggrisnya bagus. Mungkin bisa mendukungmu tuk
S2 di luar negri. Bukannya kamu pengin banget ke Eropa? Kabarnya dia juga
lulusan sarjana sastra inggris.”
Balqis
semakin khawatir, sepertinya orangtuanya cukup berharap dirinya dengan Raihan.
Informasi dari Umminya membuat Balqis juga jadi berpikir tuk mempertimbangkan
pemuda itu menjadi suaminya.
Beberapa
hari berikutnya, seusai Shalat Maghrib, duduk bersama di Mushala tuk berdzikir
menunggu datangnya Shalat Isya. Lalu tiba-tiba Balqis dengan hati-hati
mengungkapkan.
“Umm,
Maaf Abi Ummi. Tentang Mas Raihan, Balqis sepertinya belum bisa. Jujur
sebenarnya Balqis sudah ada yang diistikhorohi sejak lama.”
“hehe,
kamu memikirkan tawaran Ummi itu ya, Nak. Ummi itu hanya cerita dan memberi
kamu referensi, tidak bermaksud memaksa. Tentang memilih suami, Ummi dan Abi
serahkan sama Balqis. Toh, yang ngejalanin kamu juga.”
“Yang
jelas Ummi slalu berdo’a supaya anak-anak Ummi bisa punya jodoh yang
sholeh-sholehah dan barokah, syokor-syokor aktivis dakwah atau punya background
seorang ustadz. Alhamdulillah lagi kalau punya kedua-duanya.” Lanjut Ummi
Balqis
Balqis
lega, itu artinya Ummi dan Abi Balqis membebaskan pilihan padanya, dengan
syarat-syarat yang bahkan sejalan dengan keinginan Balqis.
“Kalau
boleh Abi dan Ummi tau, siapa yang kamu istikhorohi. Barangkali Abi bisa
lamarkan untuk kamu?” Abi Balqis yang biasanya hanya diam, tiba-tiba menyahut
“Umm,
insyaAllah besok sebelum berangkat tes ustadzah, Balqis akan menemui Ustadz
Trisna. Beliau sering mengisi dakwah di kampus dan cukup kenal dekat dengan
yang Balqis Istikhorohi. Kalau Abi ada waktu mungkin bisa menemani.”
Keesokan
harinya Balqis dan Abinya berangkat ke perantauan menemui Ustadz Trisna. Ustadz
Trisna selain sebagai ustadz juga seorang pensiunan, jadi hari-harinya sering
di rumah dan hanya mengisi kajian pada beberapa malam saja. Tak sulit menemui
beliau.
“Bagaimana
Ukhti, kabarnya sudah wisuda ya?”
“Alhamdulillah
sudah Ustadz, dua minggu yang lalu. Maaf belum sempat mengabari.”
“Tidak
apa-apa. Selain silaturahim, sepertinya mungkin ada hajat lain yang mau
disampaikan atau bisa saya bantu?”
“Iya
Ustadz. Saya ditemani Abi kesini ingin menyampaikan dan minta tolong sesuatu.”
Ustadz
Trisna diam menyimak Balqis.
“Saya
ingin sekedar cerita dulu. Desember 2015 lalu saya tertarik dengan seorang
pemuda. Lantas saya bertekad istiqomah untuk menjaga perasaan saya dan
mengistikhorohinya. Hingga tadi sebelum bertemu ustadz saya juga masih
istikhoroh. Saya juga slalu ingat dengan nasihat ustadz tuk tidak berharap 100%
yang diistikhorohi adalah milik saya. Jika memang dalam doa istikhoroh itu
intinya adalah pasrah. Maka saya pasrah, ibarat menunggu sekian lama di ruang
tunggu stasiun kereta, kendati kereta yang datang bukan yang dinginkan, saya
insyaAllah menerima dengan pasrah, asalkan tujuan kereta sama yaitu Surga.
Intinya saya serahkan pada Allah.”
“Kalau
boleh tau, siapa nama pemuda itu?” tanya Ustadz Trisna
Balqis
menyerahkan secarik kertas merah jambu dan selembar surat. Si merah jambu tak
lain ialah rangkain do’a istikhoroh lengkap dengan sebuah nama pemuda dan
ayahnya. Tertanggal Desember 2015. Arkan Daffa Zahroni bin Alif Dharmawan.
“Semoga
Ustadz berkenan menyaksikan surat ini dan menyampaikannya. InsyaAllah saya akan
menunggu jawabannya dua bulan kedepan. Semoga Mas Daffa juga berkenan
istikhoroh.”
“Mohon
maaf Ukhti, sbelumnya saya juga ingin bercerita dulu. Beberapa minggu yang lalu
saya bertemu Ustadz Alif Darmawan. Beliau melamarkan anaknya pada seorang gadis
yang kebetulan anak teman Ustadz Alif.”
Sontak
Balqis berdegup jantungnya. Lalu lalang pikiran menyelimuti. Namun dengan bijak
ia menanggapi.
“Yasuda
ustadz, saya mengikuti jalannya saja terserah bagaimana. Biar yang pertama
didahulukan dulu urusannya. Saya siap menunggu apapun hasilnya.”
Beranjak
dari rumah Ustadz Trisna, Balqis melanjutkan perjalanan menuju stasiun kereta
dalam keadaan kalut.
“Mungkinkah
gadis itu Mba Khazna?” tanya Balqis dalam hati
“Mba
Khazna memang pantas dipilih oleh Mas Daffa. Sudah sarjana, mandiri, ustadzah,
pengurus pondok pesantren, cantik pula. Lengkap sudah ia juga seorang khafidzah
Qur’an. Siapa orangtua yang tidak senang punya menantu seperti sosoknya.” Gumam
Balqis dalam hati
“Mb
Khazna memang jadi bunga yang diidamkan kebanyakan lelaki sholeh, pantas saja
Mas Daffa jika memilihnya.” Gumamnya terus terusan
Diantar
Abinya, Balqis menuju Pondok Pesantren Asmaul Husna dalam perasaan kalut. Dua
bulan disana ia mengikuti serangkaian tes untuk bisa menjadi ustadzah yang
profesional. Keilmuan tentang Al Qur’an dan Hadis diujikan sehari-hari. Tak
sulit mengikuti tes di pondok yang cukup terkenal di Jawa Timur itu. Sembari
terus mengistikhorohi Daffa, Balqis tetap berusaha fokus dengan cita-citanya
menjadi ustadzah, agar lengkaplah ia menjadi sarjana yang ustadzah.
Will
2017 Be Amazing?
Jauh
dari Pondok tempat Balqis berada, di perantauan ada Ustadz Trisna yang tengah
menyampaikan amanah dari Balqis dan orangtuanya. Beliau menyampaikan seperti
yang Balqis ceritakan tempo dulu, juga sebelumnya menyerahkan dua titipan. Si
Merah Jambu dan surat pun dibaca oleh Daffa saat itu pula. Tertulis rangkaian
kalimat dalam selembar surat.
Assalamu’alaikum
Akhi Daffa,
Teriring
doa semoga akhi selalu dalam kasih sayang dan lindunganNya.
Sebelum
menyampaikan maksud surat ini, perkenankan saya bercerita pada akhi.
Alkisah
sebuah kisah di Eropa. Ada sehamparan taman bunga yang indah disana, berbagai
jenis bunga tumbuh menawan, saling menanti dipetik oleh tuannya. Saat musim
semi tiba seorang Putra Mahkota berjalan-jalan mengelilingi taman itu. Memilah
dan memilih manakah setangkai bunga yang pantas dibawa pulang, tuk menambah
keindahan istananya. Banyak sekali bahkan terhitung sangat banyak warna warni
bunga yang cantik nan elok disana. Putra Mahkota pun bingung.
Taukah
akhi? Diantara hamparan bunga itu, ada setangkai krisan putih yang sudah empat
musim Eropa, setia menanti Putra Mahkota tuk memetiknya. Selama musim itu
krisan putih menjaga keindahan dan kesucian dirinya. Krisan berharap suatu saat
yang tepat Putra Mahkota kan memetiknya tuk dijadikan perhiasan terindah dalam
istananya.
Taukah
akhi? Siapa Putra Mahkota itu?
Dialah
akhi yang ditakdirkan pernah menarik hati setangkai krisan putih, membuatnya
bersabar dalam istikhoroh, menanti hingga saatnya tiba. Selalu memohon pada
Mahapencipta tuk menjaga dirinya dari tangan-tangan jail yang hendak merusak
keindahannya.
Taukah
akhi? Manakah bunga yang hendak dipetik?
selanjutnya
adalah pilihan Putra Mahkota, dan Krisan Putih pasrahkan pada Yang Kuasa.
Demikian kiranya semoga akhi sudah mengerti maksud surat ini.
Wassalamu’alaikum
Krisan
Putih
Balqis
Dua
bulan sudah akhirnya Balqis lulus menjadi ustadzah. Selama di pondok ia tak
bisa menggunakan handphone dan alat komunikasi lainnya. Sepanjang perjalanan
kereta pulang dari Kediri menuju kota perantauan, Balqis mulai membuka-buka
informasi. Ternyata banyak email masuk. Memang dulu, setelah wisuda ia langsung
memasukkan beberapa lamaran di universitas ternama di Eropa dan Indonesia, juga
kampus S1 nya dulu. Sayangnya ia belum diterima S2 di Eropa. Meski begitu,
Alhamdulillah ada email lain dari universitas Eropa tempat ia melamar beasiswa,
menawarkan undangan Conference gratis di Heidelberg pada Juni nanti. Bertepatan
selama satu minggu setelah lebaran.
Setibanya
di perantauan, dengan ditemani Mb Qisty, Balqis menyempatkan diri ke rumah
Ustadz Trisna. Berharap akan ada angin segar yang menyejukkan.
“Saya
sudah sampaikan amanah Ukhti dan orangtua. Mas Daffa sangat mohon maaf pada
Ukhti dan menitipkan ini pada saya tuk Ukhti Balqis. Saya harap Ukhti bisa
sabar dan menerima, sebagaimana Ukhti bilang bahwa akan pasrah dengan keputusan
Allah.” Kata Ustadz Trisna hati-hati sambil menyerahkan sebuah surat dan
undangan pernikahan. Tertulis rangkaian surat dari Daffa.
Assalamu’alaikum
Ukhti Balqis,
Teriring
doa semoga ukhti juga slalu dalam kasih sayang dan lindunganNya.
Ustadz
Trisna telah menyampaikan dua titipan pada saya. Trimakasih Jazakillahukhoiro
atas doa yang telah dipanjatkan Ukhti untuk saya, dan selalu berusaha menjaga
kesucian diri Ukhti. Namun, tanpa mengurangi rasa hormat dan ukhuwah kita
saudara seiman.
Saya
sangat mohon maaf pada Ukhti,
kiranya
dengan secarik undangan ini Krisan Putih bisa tahu manakah Bunga yang kan
dipetik oleh Putra Mahkota. Sekali lagi mohon maaf, semoga Ukhti berkenan.
Putra
Mahkota
Daffa
Balqis
pamit pulang tak bersemangat. Qisty hanya bisa menghiburnya sampai di stasiun
kereta. Sepanjang perjalanan ke kampung halaman Balqis bersandar lesu
memandangi undangan yang tak lebih indah dari pemandangan gelap diluar kaca
jendela kereta. Bintang-bintang pun tak sedang bersinar malam itu. Kesedihan
sudah lebih dulu membuatnya tak sanggup membuka undangan yang tertulis namanya
sebagai tamu undangan.
“Mba
Khazna memang pantas mendampingi Mas Daffa.” Sendu Balqis dalam hati
Balqis
sudah bertekad untuk pasrah, tapi kesedihan tentu wajar tuk sekedar
menyelimutinya sesaat. Sesampainya di rumah, orangtua Balqis keheranan
melihatnya.
“Sudah
lulus jadi ustadzah, katanya juga dapat tawaran conference ke Heidelberg, kug
malah sedih anak Ummi ini?” tanya Ummi Balqis keheranan
“Mas
Daffa mau menikah Ummi.” Jawab Balqis singkat
“Alhamdulillah,
berarti insyaAllah ia kan segera terjaga bersama jodohnya. Kug kamu malah
sedih. Memang kapan menikahnya?” tanya Umminya tak cukup menghibur Balqis
“Halaman
depan sih tertanggal 29 Mei 2017. Itu tepat di usia Mas Daffa yang ke 25 tahun,
Ummi. Usia dimana Baginda Nabi menikah dengan istri tercintanya, Khadijah.”
Jawab Balqis sedih berkaca-kaca
“Berarti
besok ya. Yasuda jangan terlarut sedih, gak baik. Sekarang Balqis istirahat dan
siap-siap untuk besok. Balqis tetap ada niat menghadiri undangan kan? Kewajiban
muslim kan menghadiri undangan. Ngomong-ngomong calonnya Mas Daffa siapa? Apa
kamu mengenalnya, Nak?”
“Mungkin
Mba Khazna, ummi.”
“Kug
mungkin, itu undangannya ya? Sudah dibuka belum?” tanya Ummi
“Belum,
Ummi.” Kata Balqis, lalu dengan berat hati membuka undangan yang sejak tadi
masih utuh dalam bungkusnya. Seketika itu Balqis tercengang kaget melihat nama
yang tertulis di dalamnya. Balqis tak menyangka, bahkan berkali-kali mengusap
pandangannya tak percaya.
“Kenapa,
Nak? Siapa nama calonnya Mas Daffa, kamu kenal?”
Balqis
tak bisa berkata-kata, matanya masih keheranan tak percaya dengan dua nama yang
tertulis dalam undangan.
Mohon
Doa dan Restu atas pernikahan kami,
Arkan
Daffa Zahroni & Balqis Hasna Kamilah
Orangtua
Balqis hanya tersenyum melihat anaknya yang tampak tersenyum ragu dan bingung
tak percaya.
“Ummi
dan Abi sudah tau?” tanya Balqis menyelidik
Mereka
hanya tersenyum.
“Bagaimana
bisa, Ummi?” tanya Balqis masih tak percaya
“Kami
mempersiapkan semua, selama kamu di Kediri.”
Balqis
seketika langsung sujud syukur dan memuji nama Allah berkali-kali.
Mulai
lebaran tahun 2017 kini bisa ia lewatkan bersama pendamping hidupnya. Suami
Balqis yang tak lain ialah Daffa, rela mengambil cuti kerja tuk menemani istri
tercinta menghadiri conference ke Heidelberg. Setibanya disana, mereka
bersantai di tepi Sungai Neckar tepat di samping bawah Old Bridge, jembatan tua
yang melintang diatas sungai. Sambil menikmati hidangan ketupat yang sengaja
dibawa dari Indonesia. Sungguh indahnya anugrah Allah bisa menikmati suasana
lebaran di Heidelberg, tempat impian kedua Balqis setelah Makkah. Pemandangan
Istana Tua yang masih kokoh di sebrang sungai pun turut menjadi hiasan
kebahagiaan Balqis dan Daffa.
“Emm,
kalau boleh tau, Kenapa Mas Daffa akhirnya memilih saya?”
Daffa
tiba-tiba mengeluarkan undangan pernikahan merah jambu dan secarik kertas merah
jambu pula. Menunjukkannya pada Balqis.
“Berjodoh
bukan karena aku kamu atau kita yang saling memilih, tapi Allah yang memilih
kita. Terimakasih Jazakillahukhoiro, sudah menjaga hati untuk Putra Mahkotamu
ini, Krisan Putihku Sayang”
“Aku
ingin slalu mencintaimu karna Allah. Semoga kita berjodoh hingga ke Surga
nanti.” Ucap Daffa lalu memeluk erat Balqis diantara kilauan Sungai Neckar yang
terpancarkan matahari senja.
“aamiiin.”

0 comments:
Post a Comment