Saturday, February 28, 2015

Indahnya Cinta Dalam Islam (5)




Ketupat in Heidelberg


“Ketika Cinta Indah Terjaga, Ketika itulah Kebarokahan Cinta”

Hannan Tsabita



Mengukir Impian di Kayangan


Perkuliahan awal semester kembali dimulai, setelah Balqis menemani adik mahasiswa saat liburan semester di Pantai Marina. Saatnya Balqis berkutat lagi dengan kuliah dan tugas-tugas. Menyusun rencana riset skripsi menjadi bagian agenda penting semester ini.
Dua semeseter yang tersisa ternyata Balqis belum mencapai cumlaude, ada rasa kecewa dalam dirinya tapi justru menjadi cambuk untuk lebih bersemangat lagi. Selama dua bulan kedepan Balqis berencana untuk melakukan riset skripsi. Sesuai saran Hanifa, akhirnya Balqis memutuskan melanjutkan riset di daerah Air Terjun Kayangan. Konon kabarnya sebuah desa disana nyaman untuk ditinggali dan menarik dijadikan tempat riset. Air mengalir sepanjang sungai di desa itu masih jernih, hamparan sawah dibawah kaki bukit masih hijau-hijau segar tanpa polusi. Tentu tak terlewatkan Air Terjun Kayangan yang tenang menyegarkan. Cocok dijadikan tempat riset sekaligus mengasingkan diri dari hingar bingar perkotaan.
Sebelum berangkat riset, Balqis menyempatkan diri mengikuti kajian Al-Quran di masjid dekat kampusnya. Disana tanpa sengaja bertemu Ustadz Trisna, yang pernah ia undang di acara dakwah kampus. Qisty yang saat itu menemani Balqis ikut berbincang-bincang dengan Ustadz Trisna.
“Gimana kabarnya ukhti Balqis?” sapa Ustadz membuka perbincangan.
“Alhamdulillah baik ustadz. Balqis sekalian pamit dan minta doanya, insyaAllah minggu depan berangkat riset untuk skripsi.”
“Ya mudah-mudahan, lancar, sukses, barokah. Alhamdulillah berarti semoga tidak lama lagi insyaAllah wisuda ya? Apa sudah ada keinginan menikah atau malah sudah punya calon?” tanya Ustadz Trisna pelan sembari tersenyum
“Amiin. Kalau keinginan sudah ada ustadz, tapi ingin fokus menyelesaikan studi dulu. Untuk calon juga belum ada. Masih disimpan dan dijaga oleh Allah. InsyaAllah begitu.”
“Yasuda, semoga studinya diberi kemudahan. Tapi jangan karna terlalu fokus studi jadi melalaikan ibadah menikah ya. Pesan saya kalau belum bisa menikah supaya bisa menjaga diri, sambil mempersiapkan diri menjadi calon istri yang sholehah. Kalau sudah ada yang disukai, istikhoroh dulu sambil menunggu selesai studinya. Tapi jangan ada pemikiran bahwa yang diistikhorohi itu adalah 100% milik kita.” Kata Ustadz Trisna
“Trimakasih Jazakallahukhoiro Ustadz, insyaAllah pesan dan nasehatnya bermanfaat”
Minggu terakhir sebelum keberangkatan Balqis semakin sibuk mempersiapkan data-data riset dan bekal selama dua bulan. Balqis tiba di Desa Kayangan bersama keenam teman risetnnya pada hari Sabtu. Mereka disambut oleh warga desa dengan ramah tamah, dan ditempatkan di sebuah rumah penduduk desa sekitar satu kilometer dari air terjun. Balqis tak ingin dua bulan itu terlewatkan sia-sia begitu saja. Ia berjalan-jalan menikmati suasana senja pedesaan, tak ketinggalan lembaran diary dan pena berwarna violet yang ia bawa. Sampailah Balqis di tepi sungai selebar dua meter yang tenang dan jernih airnya. Sungai itu tampak memisahkan dua hamparan sawah dibawah kaki Bukit Kayangan. Suasana yang sangat tepat tuk kembali bersemangat mengukir impian. Terukir lewat pena violet rangkaian impian di tahun 2017.
“Hope Allah bless 2017 be amazing moment . Amiin...
Fresh Graduated Cumlaude.
Have been Work as an Entrepreneur.
Full Scholarship of Master.
Be an Ustadzah
Marriage with a Man who has age 25th years old.
Umroh and Haji in Mecca. 
“Journey in Heidelberg.”
Ketujuh impian baru itu tentu harus dikejar Balqis dengan kerja keras. Sisa-sisa dua semester bukan waktu yang lama dan tentu tak mudah mengejar cumlaude. Ditambah kesibukan aktivisnya yang tak henti-henti mengantri. Persiapan menjadi ustadzah juga membuatnya menyisihkan waktu lebih banyak untuk privat kajian.
Usai sudah Balqis menorehkan tinta-tinta impian, lalu dengan sengaja ia menarik selembar kertas merah jambu, terselip dalam diary. Ia melirik kertas itu berulang-ulang, sesekali menatap air mengalir lembut juga segerombolan angsa dibawah mega senja. Sembari melihat jauh angsa-angsa beterbangan, Balqis menarik nafas panjang, mengumpulkan energi tuk membaca sebuah doa yang telah tertulis. Yah, doa istikhoroh, lengkap dengan sebuah nama pemuda dan ayahnya.

Lantas ia melipat rapi si merah jambu itu dan menyelipkan lagi diantara lembaran-lembaran diary. 

0 comments:

Post a Comment